Asal Usul Betawi




Jakarta,Pena Rakyat : Jakarta sering disebut sebagai kampungnya orang Betawi. Namun sejak jaman baheula (dulu) hingga saat ini masih banyak perdebatan tentang asal usul orang Betawi maupun beragam budayanya.
Salah seorang pakar budaya Betawi yang juga orang asli betawi, Ridwan Saidi mengungkapkan bahwa orang Betawi sudah ada sejak jaman Neolitikum atau batu baru (3500 – 3000 tahun yang lalu). Bahkan, cikal bakal sejarah orang Betawi dikaitkan Ridwan dengan tokoh bernama Aki Tirem yang hidup di daerah kampung Warakas (Jakarta Utara) pada abad ke 2. Aki Tirem hidup dari membuat priuk dan saban-saban bajak laut menyatroni tempatnya untuk merampok priuk. Lantaran keteteran sendiri melawan bajak laut maka diputuskan untuk mencari perlindungan dari sebuah kerajaan. Saat itulah Dewawarman seorang berilmu dari India yang menjadi menantunya dimintanya mendirikan kerajaan dan raja.
Pada tahun 130 berdirilah kerajaan pertama di Jawa yang namanya Salakanagara. Salakanagara nagara menurut Ridwan berasal ari bahasa Kawi salaka yang artinya perak.Secara etimologis kemudian Salakanagara itu dikaitkan dengan laporan ahli geografi Yunani bernama Claudius Ptolomeus pada tahun 160 dalam buku Geografia yang menyebut bandar di daerah Iabadiou (Jawa) bernama Argyre yang artinya perak. Dikaitkan pula dengan laporan dari Cina zaman Dinasti Han yang pada tahun 132 mengabarkan tentang kedatangan utusan Raja Ye Tiau bernama Tiao Pien.
Soal letak Salakanagara, Ridwan menunjuk kepada daerah Condet. Alasannya karena di Condet salak tumbuh subur dan banyak sekali nama-nama tempat yang bermakna sejarah, seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah pasangrahan raja dan Batu Ampar adalah batu besar tempat sesaji diletakkan.
Di Condet juga terdapat makam kuno yang disebut penduduk Kramat Growak dan makam Ki Balung Tunggal yang ditafsirkan Ridwan adalah tokoh dari zaman kerajaan pelanjut Salakanagara yaitu Kerajaan Kalapa. Tokoh ini menurut Ridwan adalah pemimpin pasukan yang tetap melakukan peperangan walaupun tulangnya tinggal sepotong maka lantaran itu dijuluki Ki Balung Tunggal.
Setelah menunjuk bukti secara geografis, Ridwan pun melengkapi teorinya tentang cikal bakal sejarah orang Betawi dengan sejarah perkembangan bahasa dan budaya Melayu agar dapat semakin terlihat batas antara orang Betawi dengan orang Sunda. Ia pergi ke abad 10. Saat terjadi persaingan antara wong Melayu yaitu Kerajaan Sriwijaya dengan wong Jawa yang tak lain adalah Kerajaan Kediri. Persaingan ini kemudian menjadi  perang dan membawa Cina ikut campur sebagai penengah karena perniagaan mereka terganggu. Perdamaian tercapai, kendali lautan dibagi dua, sebelah timur mulai dari Cimanuk dikendalikan Sriwijaya, sebelah timur mulai dari Kediri dikendalikan Kediri. Artinya pelabuhan Kalapa termasuk kendali Sriwijaya.
Sriwijaya kemudian meminta mitranya yaitu Syailendra di Jawa Tengah untuk membantu mengawasi perairan teritorial Sriwijaya di Jawa bagian barat. Tetapi ternyata Syailendara abai maka Sriwijaya mendatangkan migran suku Melayu Kalimantan bagian barat ke Kalapa. Pada periode itulah terjadi persebaran bahasa Melayu di Kerajaan Kalapa yang pada gilirannya – karena gelombang imigrasi itu lebih besar ketimbang pemukin awal – bahasa Melayu yang mereka bawa mengalahkan bahasa Sunda Kawi sebagai lingua franca di Kerajaan Kalapa.
Di awal tahun 1930-an, kaum Betawi baru disebutkan saat sensus penduduk dilakukan. Pada sensus penduduk sebelumnya, kaum Betawi tidak disebutkan. Kala itu sensus memang dilakukan berdasarkan etnis atau asal  keturunan. Namun kemunculan kaum Betawi baru terdengar secara nasional pada saat Muhamad Husni Thamrin mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi.
Sebelumnya etnis Betawi hanya menyebut diri mereka berdasarkan lokalitas saja, seperti Orang Kemayoran, Orang Depok, Orang Condet, Orang Rawa Belong dan sebagainya.
Mengenai munculnya ragam budaya di Betawi, tak dapat dipungkiri bahwa mulai terjadi saat Sunda Kelapa Menjadi Pelabuhan Internasional yang ramai dikunjungi kapal-kapal asing pada abad 12. Kemudian pada abad 14 sampai 15, Sunda kelapa dikuasai Portugis. Mereka juga banyak memberi pengaruh kebudayaan yang kuat kala itu.
Pada tahun 1526,  Pangeran Fatahillah menyerbu Sunda Kelapa dan menamakan daerah kekuasaannya dengan nama Jayakarta . Sejak dikuasai Fatahillah, kota Jayakarta banyak dihuni oleh orang Banten, Demak dan Cirebon.
Lalu saat Jan Pieterzoon Coen menguasai Jayakarta dan mendirikan Batavia, dimulailah mendatangkan etnis Tionghoa yang terkenal rajin dan ulet bekerja untuk membangun ekonomi Batavia. Coen juga mendatangkan banyak budak dari Asia Selatan dan Bali.Perlahan tapi pasti kebudayaan di Batavia kala itu semakin semarak saja, karena setiap etnis biasanya juga membawa dan mempengaruhi kebudayaan setempat.
Disaat bersamaan pula para pedagang dari Arab dan India juga terus berdatangan, oleh Belanda mereka di tempatkan di Pekojan. Semakin hari semakin banyaklah pendatang dari India dan Arab, akhirnya mereka pindah ke Condet, Jatinegara, dan Tanah Abang. Tak heran masih banyak warga keturunan Arab di daerah-daerah tersebut. Sementara para anak keturunan bangsa Portugis ditempatkan di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Dengan semakin beragamnya etnis di Betawi, maka setiap etnis biasanya mempengaruhi setiap perayaan etnis Betawi. Seperti budaya penyalaan petasan, Lenong, Cokek, hingga pakaian pernikahan adat Betawi yang didominasi warna merah, itu semua dipengaruhi kuat oleh budaya Tionghoa.
Kemudian etnis Arab sangat mempengaruhi musik gambus dalam warna musik marawis dan Tanjidor. Tanjidor sendiri adalah perpaduan budaya Eropa, Cina, Melayu dan Arab. Sementara di kampung Tugu terkenal dengan budaya keroncong yang berasal dari Portugis.
Dikemukakan bahwa paling tidak sejak zaman neolitikhum atau batu baru (3500 – 3000 tahun yang lalu) daerah Jakarta dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar  seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh masyarakat manusia. Beberapa tempat yang diyakini itu berpenghuni manusia itu antara lain Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon Sirih, Tanah Abang, Rawa Belong, Sukabumi, Kebon Nanas, Jatinegara, Cawang, Cililitan, Kramat Jati, Condet, Pasar Minggu, Pondok Gede, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Kelapa Dua, Cipete, Pasar Jumat, Karang Tengah, Ciputat, Pondok Cabe, Cipayung, dan Serpong. Jadi menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta. ( Nazar/A. Salim)

Selamat Jalan Da’i Sejuta Umat



Jakarta, Pena Rakyat - Inalillahi wa ina ilahi roji’un. Zainuddin Muhammad Zein atau biasa dikenal sebagai KH Zainuddin MZ (lahir di Jakarta, 2 Maret 1951)  meninggal di Jakarta, 5 Juli 2011 pada umur 60 tahun sebelum sempat menjalani perawatan di RSP Pertamina, Jakarta. Kita semua sebagai umat Islam dan juga warga negara Indonesia, khususnya warga Jakarta, merasa kehilangan seorang tokoh panutan dan seorang pemuka agama Islam di Indonesia yang populer melalui ceramah-ceramahnya di televisi. Julukannya adalah "Da'i Sejuta Umat" karena da'wahnya yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Sekedar membuka kilas balik perjalanan hidup dan karier beliau, kami coba paparkan biografi  da’i sejuta umat ini.
Zainuddin merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari keluarga Betawi asli. Sejak kecil memang sudah nampak mahir berpidato. Udin -nama panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato). Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, berbarengan permintaan ceramah yang terus mengalir, hingga beliau dijuluki ‘Da’i Sejuta Umat”. Bahkan isi ceramah Zainuddin MZ merambah hingga dunia rekaman.Tak terhitung berapa banyak kaset berisi ceramah beliau yang beredar dan dikoleksi di masyarakat. Di layar kacapun, ceramah beliau sering menyapa pemirsa, terutama pada bulan suci Ramadhan.
Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke dunia politik. Pada tahun 1977-1982 ia bergabung dengan partai berlambang Ka’bah (PPP). Jabatannya pun bertambah, selain da’i juga sebagai politikus. Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PBNU itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di Ponpes Idham Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan identik sebagai kubu dalam NU.
Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PB NU itu salah seorang deklarator PPP. Pada 20 Januari 2002 K.H. Zainudiin M.Z. bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin MZ menjabat sebagai Ketua umum PBR sampai tahun 2006.

Selamat jalan Pak Kyai. Semoga segala amal baik beliau mendapat ganjaran yang setimpal oleh Allah SWT, dan diampuni segala dosa sertakesalahannya. Amin

PRJ, Dari Zaman Bang Ali Sampai Bang Foke





Jakarta, Pena Rakyat - Pekan Raya Jakarta ( Jakarta Fair ) adalah event tahunan yang pelaksanaannya selalu bersamaan dengan ulang tahun kota Jakarta ini ternyata telah berusia 43 tahun. Tahukah anda sejarah dan asal muasal event Pekan Raya Jakarta tersebut ?
Berikut ini adalah sejarah event tersebut.
Pekan Raya Jakarta (PRJ) digelar pertama kali di Kawasan Monas tanggal 5 Juni hingga 20 Juli tahun 1968 dan dibuka oleh Presiden Soeharto dengan melepas merpati pos. PRJ pertama ini disebut DF yang merupakan singkatan dari Djakarta Fair (Ejaan Lama). Lambat laun ejaan tersebut berubah menjadi Jakarta Fair yang kemudian lebih popular dengan sebutan Pekan Raya Jakarta.
Idenya muncul atau digagas pertama kali oleh Pemerintah DKI yang kala itu dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin atau yang lebih dikenal oleh Bang Ali pada tahun 1967. Gagasan atau ide ini, karena Pemerintah DKI waktu itu ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama.
Pemerintah DKI waktu itu juga ingin menyatukan berbagai “pasar malam” yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta . Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), juga merupakan inspirasi dari Pameran yang diklaim sebagai “Pameran Terbesar” ini.
Menurut sejarah, tahun 1945 di lapangan Ikada ini pernah berkumpul 300.000 orang atau massa dari berbagai wilayah Jakarta dan tetangganya seperti Tangerang dan Bekasi untuk menentang pemerintah Jepang.
Terinspirasi oleh Pasar Malam Gambir yang dari dulunya sudah ramai dikunjungi, Pemerintah DKI ingin membuat gebrakan dengan langsung membentuk panitia sementara yang dipercayakan kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Agar lebih sah atau resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) no. 8 tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.
Sebuah yayasan yang diberikan nama Yayasan Penyelenggara Pameran dan Pekan Raya Jakarta juga dibentuk sebagai badan pengelola PRJ. Sesuai Perda no. 8/1968 tersebut tugas yayasan ini bukan hanya menyelenggarakan PRJ saja tetapi juga sebagai penyelenggara Arena promosi dan Hiburan Jakarta (APHJ) yang dijadwalkan berlangsung sepanjang tahun.
Syamsudin Mangan, Ketua Kadin Indonesia ketika itu dinilai berjasa dalam menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang merubah wajah Pasar Malam Gambir yang kemudian terkenal dengan Djakarta Fair yang “bermutasi” menjadi Jakarta Fair atau lebih dikenal dengan Pekan Raya Jakarta. Karena kegigihan Syamsuddin Mangan Djakarta Fair mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sayang, sebelum melihat ide dan gagasannya terwujud Syamsuddin Mangan dipanggil yang Kuasa.
PRJ 1968 atau DF 68 berlangsung mulus dan boleh dikatakan sukses. Mega perhelatan ini mampu menyedot pengunjung tidak kurang dari 1,4 juta orang.
PRJ 1969 atau DF 69 “memecahkan” rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari. PRJ pada umumnya berlangsung 30 – 35 hari. Bahkan Presiden AS pada waktu itu Richard Nixon datang ke Indonesia , sempat mampir ke DF 69.
Penyelenggaraan PRJ atau Jakarta Fair ini, dari tahun ke tahun mulai mengalami perkembangan pengunjung dan pesertanya bertambah dan bertambah. Dari sekedar pasar malam, “bermutasi” menjadi ajang pameran modern yang menampilkan berbagai produk. Areal yang dipakai juga bertambah. Dari hanya tujuh hektar di Kawasan Monas kini semenjak tahun 1992 dipindah ke Kawasan Kemayoran Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 hektar.
Jakarta Fair Kemayoran 2011 (JFK 2011) menampilkan produk dalam negeri, baik berskala besar, menengah, kecil dan koperasi dari seluruh Indonesia, terselenggara Jakarta Fair untuk ke-44 kalinya bertepatan dengan HUT Kota Jakarta Ke-484.
 JFK 2011 kali ini bertema “Jakarta Fair Turut Mempercepat Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” dengan sub tema “Melalui Kegiatan Jakarta Fair Mengajak Seluruh Warga Bangsa Fokus Pada Perbaikan Iklim Investasi, Perluasan Lapangan Kerja, Memajukan Kesejahteraan Rakyat, dan Perkuat Daya Saing Indonesia di Pasar Dunia.”
 Wisata dan belanja merupakan gabungan yang bisa dilakukan bagi jutaan pengunjung baik dari Jabodetabek, dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, maupun pengunjung dari manca-negara, sehingga acara ini diharapkan bisa menjadi wahana belanja sekaligus wisata. JFK 2011 diikuti 2.600 perusahaan dengan 1.300 stand, termasuk BUMN, hampir seluruh provinsi di Indonesia. Perkiraan akan dihadiri 4 juta orang selama 32 hari, atau 125 ribu pengunjung per hari. Target nilai transaksi selama pameran sebesar Rp. 3,5 trilyun.

Oknum Sudin P2B Jakarta Barat Bekingi Bangunan Bermasalah




Pena Rakyat, Jakarta-Maraknya bangunan bermasalah di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat tidak terlepas banyaknya oknum P2B Wilayah Jakbar, maupun Seksi P2B Kecamatan se Jakarta Barat, hal ini dapat dilihat bangunan bermasalah baik perizinan alias bodong, ataupun pelanggaran GSB, GSJ atau pelanggaran lantai bangunan yang melebihi izin yang dipasang. Dari pantauan tim Pena Rakyat yang meliput bangunan bermasalah di Jakarta Barat, sering pekerja bangunan atau mandor proyek mengatakan bahwa bangunannya sudah koordinasi dengan oknum P2B Walikota Jakarta Barat ataupun Seksi P2B Kecamatan.
Hal ini sudah menjadi sorotan publik kinerja Sudin P2B Jakarta Barat dibawah kendali Mardin Hutajulu layak dipertanyakan, Pasalnya banyaknya bangunan bermasalah semakin marak di wilayah Jakarta Barat dan tidak mendapatkan tindakan yang tegas dari aparat P2B.
Ironisnya lagi para oknum aparat P2B ikut membekingi bangunan-bangunan bermasalah tersebut, sehingga pemilik bangunan dengan leluasanya berani mengangkangi dan menentang Perda No. 7 tahun 1991  dan SK Gubernur No. 1068 dalam Pasal 14 disebutkan bahwa setiap bangunan yang tidak memenuhi ketentuan membangun sebagaimana yang tercantum dalam izin membangun,bangunan harus dibongkar.
Terbukti banyaknya bangunan yang melanggar dan bermasalah berdasarkan temuan tim Pena Rakyat dilapangan diantaranya adalah bangunan 2 lantai 4 lokal dengan izin tertulis peruntukkan rumah tinggal Komp Perum Kalideres , Blok C.9 No. 1. 1,A. 1,B. 1,C Rt. 002/14 Kel. Kalideres Kec. Kalideres dengan PIMB : 648/PIMB/B/KD/3/2011 tertanggal 01-03-2011 hampir selesai, bangunan Lapangan Putsal (hampir selesai)di Jalan 22 Desember Kp. Maja Rw. 02 Kel, Pegadungan Kec. Kalideres Jakarta Barat. Bangunan Rumah Tinggal 2 Lapis, dengan No. PIMB: 2621/IMB/B/2011 tertanggal : `17-03-2011 lokasi: Jl. Prepedan Raya No. 43 Rt. 005/07 Kel. Kamal Kec. Kalideres Jakarta Barat. Bangunan Rumah tinggal 2 lantai, No. PIMB: 876/P-IMB/B/KD/2/2011 tertanggal : 23-03-2011 nama Pemilik : Jhonni Tanur di jl. Satu Maret Rt. 002/02 Kel. Pegadungan Kec. Kalideres Jakarta Barat, bangunan rukoberikut gudang, izin rumah tinggal 13919/IMB/B/2010 atas nama Ir. Susanto Gunadi dan The Lie Triswatya di Jl. Raya Meruya Ilir No.
 16 RT.04/05 Kel. Meruya Ilir . Dan banyak lagi bangunan-bangunan yang bermasalah yang  didiami oleh oknum P2B Jakarta Barat seperti halnya di Komp Perumahan Taman Semanan Indah (TSI).Ketika ingin dikonfirmasi Tim Pena Rakyat. Kasie Penertiban dan Pengawasan P2B Jakarta Barat, sulit ditemui tanpa ada alasan yang jelas.
Dari banyaknya temuan-temuan bangunan bermasalah di Jakarta Barat, membuat warga masyarakat heran dengan kinerja aparat P2B Jakarta Barat dan jajarannya, sudah seharusnya Kasudin P2B Jakarta Barta memanggil bawahannya yang terlibat bangunan bermasalah di Wilayah Jakarta Barat yang terlihat amburadul dan tidak tertib serta melanggar estetika Tata ruang Jakarta Barat serta harus menindak oknum-oknum yang membekingi dan doyan mengumpulkan uang haram dari hasil  korupsi sehingga tidak masuk ke kas Negara (Pemda)
DKI Jakarta.” Ujar salah seorang Tokoh Masyarakat yang enggan disebut namanya.
Seperti dikatakan Mudarif salah satu
 Tokoh masyarakat saat dimintai tanggapan mengenai korupsi dan maraknya pungli di Ibukota, “Sekecil apapun itu pungli atau kegiatan illegal pada intinya mereka memperkaya diri dan merugikan orang lain serta Negara itu namanya korupsi dan harus diberantas siapapun orangnya,” tegas Darif, panggilan akrabnya. (Tim )

Tiap Hari Warga DKI Hasilkan, 2,8 Liter Sampah



Jakarta, Pena Rakyat - Setiap warga DKI berpotensi menghasilkan sampah 2,8 liter setiap hari. Ini bukanlah persoalan remeh, karena jika tidak ditangani secara serius bukan tidak mungkin akan menjadi masalah lingkungan. Karena itu, dalam penanganannya tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemprov DKI, melainkan harus ada peran serta masyarakat secara bersama-sama untuk menanganinya.
"Penanganan sampah harus langsung dari diri sendiri. Tidak bisa pemerintah melakukan penanganan sendirian. Harus ada peran aktif dari masyarakat untuk mengatasi hal tersebut agar lebih mudah," kata Ahmad Syafrudin, Pakar Lingkungan Indonesia Lead Information Center, saat menjadi narasumber diskusi yang digelar Dinas Kominfomas DKI Jakarta di Masjid Al Islah, Kelurahan Kramatpulo, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Senin (4/7/2011).
Menurutnya, setiap satu orang di Jakarta, menghasilkan sebanyak 2,8 liter sampah per hari. Sampah tersebut kemudian mayoritas dibuang tidak pada tempatnya, seperti ke jalan, saluran air dan lain sebagainya.
"Pola pikir masyarakat juga harus dirubah. Karena sampah yang dihasilkan tidak hanya kemudian menjadi sampah. Sampah bisa bernilai ekonomis, dengan melakukan daur ulang yang tentu saja bermanfaat," sambungnya.
Syafrudin menilai, warga juga harus mampu mendorong perubahan dalam dirinya sendiri untuk menurunkan produksi sampah. Caranya, kata Syafrudin, dengan melakukan pola konsumsi yang cermat sehingga tidak banyak menghasilkan sampah.
Kabid Peran Serta Masyarakat Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Ajeng Pinem, menambahkan saat ini kesadaran masyarakat dalam mengurangi volume sampah sudah mulai tumbuh. Jika sebelumnya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Jakarta ada sebanyak 6.000 ton per hari, kini jumlahnya turun menjadi 5.100 ton per hari. Menurutnya, hal itu terjadi karena saat ini masyarakat sudah mulai melakukan pola 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam kehidupan sehari-harinya.
Ia juga setuju jika peran serta masyarakat dalam menangani sampah menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan. Secanggih apapun peralatan yang dimiliki, tentu tidak akan maksimal tanpa ada dukungan dari seluruh pihak.
"Masyarakat juga harus sadar, sebenarnya sampah itu mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Karena dengan melakukan daur ulang atau memanfaatkan sampah menjadi barang kerajinan tangan, tentu dapat memberikan keuntungan ekonomi," tandasnya.  (TJ/AS)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Pena Rakyat © 2011 Design by Admin Pena Rakyat